RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan
yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di
masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya
pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di
tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di
tingkat regional maupun internasional;
c. bahwa perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang
yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan
hukum baru;
d. bahwa kegiatan pemanfaatan teknologi informasi perlu terus
dikembangkan tanpa mengesampingkan persatuan dan kesatuan nasional dan
penegakan hukum secara adil, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang
berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi dapat dihindari melalui
penerapan keseragaman asas dan peraturan perundang-undangan;
e. bahwa pemanfaatan teknologi informasi khususnya pengelolaan informasi
dan transaksi elektronik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka menghadapi
globalisasi sehingga perlu dilakukan langkah-langkah konkret untuk
mengarahkan pemanfaatan teknologi informasi agar benar-benar mendukung
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu memberikan dukungan terhadap pengembangan
teknologi informasi khususnya pengelolaan informasi dan transaksi
elektronik beserta infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga
kegiatan pemanfaatan teknologi informasi dapat dilakukan secara aman
dengan menekan akibat-akibat negatifnya serendah mungkin;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, perlu
ditetapkan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan
menyebarkan informasi.
2. Komputer adalah alat pemroses data elektronik, magnetik, optikal,
atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan
penyimpanan.
3. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
diantaranya meliputi teks, simbol, gambar, tanda-tanda, isyarat,
tulisan, suara, bunyi, dan bentuk-bentuk lainnya yang telah diolah
sehingga mempunyai arti.
4. Sistem elektronik adalah sistem untuk mengumpulkan, mempersiapkan,
menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan
informasi elektronik.
5. Tanda tangan elektronik adalah informasi elektronik yang dilekatkan,
memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi
elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk menunjukkan
identitas dan statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan tidak
terbatas pada penggunaan infrastruktur kunci publik (tanda tangan
digital), biometrik, kriptografi simetrik.
6. Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang
memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukan status
subyek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh
penyelenggara sertifikasi elektronik.
7. Penandatangan adalah subyek hukum yang terasosiasikan dengan tanda tangan elektronik.
8. Lembaga sertifikasi keandalan (trustmark) adalah lembaga yang diberi
kewenangan untuk melakukan audit dan mengeluarkan sertifikat keandalan
atas pelaku usaha dan produk berkaitan dengan kegiatan perdagangan
elektronik.
9. Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum yang
berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan
mengaudit sertifikat elektronik.
10. Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, atau media elektronik lainnya.
11. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang
dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi
elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh seseorang.
12. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
13. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
14. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya.
15. Penerima adalah subyek hukum yang menerima suatu informasi elektronik dari pengirim.
16. Pengirim adalah subyek hukum yang mengirimkan informasi elektronik
17. Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua atau lebih sistem
elektronik baik yang bersifat tertutup maupun yang bersifat terbuka.
18. Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
19. Nama domain adalah alamat internet dari seseorang, perkumpulan,
organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi
melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat
unik, menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
20. Kode akses adalah angka, huruf, simbol lainnya atau kombinasi
diantaranya yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer,
jaringan komputer, internet, atau media elektronik lainnya
21. Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh Pemerintah dan atau swasta.
22. Orang adalah orang perorangan baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum
di Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan
berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, hati-hati, itikad baik, dan
netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
c. efektifitas dan efisiensi pelayanan publik dengan memanfaatkan secara
optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan kepastian
hukum;
d. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk
mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi
secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi
informasi dunia;
BAB III
INFORMASI ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik
merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah.
(2) Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. pembuatan dan pelaksanaan surat wasiat;
b. pembuatan dan pelaksanaan surat-surat terjadinya perkawinan dan putusnya perkawinan;
c. surat-surat berharga yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
d. perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak;
e. dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hak kepemilikan; dan
f. dokumen-dokumen lain yang menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengharuskan adanya pengesahan notaris atau pejabat yang
berwenang.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan hukum lain selain yang diatur dalam Pasal 5
ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli, maka informasi elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat dijamin keutuhannya,
dipertanggungjawabkan, diakses, dan ditampilkan, sehingga menerangkan
suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap orang yang menyatakan suatu hak, memperkuat hak yang telah ada,
atau menolak hak orang lain berdasarkan atas keberadaan suatu informasi
elektronik harus memastikan bahwa informasi elektronik yang ada padanya
berasal dari sistem elektronik terpercaya.
Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu informasi
elektronik ditentukan pada saat informasi elektronik telah dikirim
dengan alamat yang benar oleh pengirim ke suatu sistem elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan penerima dan telah memasuki sistem elektronik
yang berada di luar kendali pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu informasi
elektronik ditentukan pada saat informasi elektronik memasuki sistem
elektronik di bawah kendali penerima yang berhak.
(3) Dalam hal penerima telah menunjuk suatu sistem elektronik tertentu
untuk menerima informasi elektronik, penerimaan terjadi pada saat
informasi elektronik memasuki sistem elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan
dalam pengiriman ataupun penerimaan informasi elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika informasi elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada diluar kendali pengirim.
b. waktu penerimaan adalah ketika informasi elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada dibawah kendali penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui media elektronik wajib
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat-syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Pemerintah atau masyarakat dapat membentuk lembaga sertifikasi
keandalan yang fungsinya memberikan sertifikasi terhadap pelaku usaha
dan produk yang ditawarkannya secara elektronik.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan lembaga sertifikasi keandalan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan tanda tangan terkait hanya kepada penanda tangan saja;
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan;
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan
tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya;
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda tangan elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 12
(1) Setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik
berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang
digunakannya;
(2) Pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi :
a. sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
b. penandatangan harus waspada terhadap penggunaan tidak sah dari data pembuatan tanda tangan oleh orang lain;
c. penandatangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik ataupun cara-cara
lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada
seseorang yang oleh penandatangan dianggap mempercayai tanda tangan
elektronik atau kepada pihak pendukung layanan tanda tangan elektronik
jika:
1. Penandatangan mengetahui bahwa data pembuatan tanda tangan telah dibobol; atau
2. Keadaan yang diketahui oleh penandatangan dapat menimbulkan resiko
yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan tanda tangan;
d. dalam hal sebuah sertifikat digunakan untuk mendukung tanda tangan
elektronik, memastikan kebenaran dan keutuhan dari semua informasi yang
disediakan penandatangan yang terkait dengan sertifikat.
(3) Setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan
konsekuensi hukum yang timbul.
Pasal 13
(1) Setiap orang berhak menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi
elektronik untuk tanda tangan elektronik yang dibuat dalam bentuk tanda
tangan digital.
(2) Penyelenggara sertifikasi elektronik harus memastikan keterkaitan
suatu tanda tangan digital dengan pemilik tanda tangan digital yang
bersangkutan.
(3) Penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan beroperasi di Indonesia.
Pasal 14
(1) Penyelenggara sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal
13 wajib menyediakan informasi yang sepatutnya kepada para pengguna
jasanya yang meliputi :
a. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penandatangan;
b. Hal-hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data pembuatan tanda tangan elektronik;
c. Hal-hal yang dapat menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal 15
(1) Informasi dan transaksi elektronik diselenggarakan oleh
penyelenggara sistem elektronik secara andal, aman, dan beroperasi
sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektronik yang diselenggarakannya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam
hal dapat dibuktikan adanya pihak tertentu yang melakukan tindakan
sehingga sistem elektronik sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak
beroperasi sebagaimana mestinya.
Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,
setiap penyelenggara sistem elektronik harus mengoperasikan sistem
elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem elektronik yang telah berlangsung;
b. dapat melindungi keotentikan, integritas, kerahasiaan, ketersediaan,
dan keteraksesan dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem
elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang
bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk tersebut;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan baik dalam lingkup publik maupun privat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik
yang bersifat khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi
elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas-asas
Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik.
(5) Apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada
asas-asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak transaksi elektronik terjadi
pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan
disetujui penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara
elektronik.
Pasal 21
(1) Pengirim maupun penerima dapat melakukan sendiri transaksi
elektronik, atau melalui pihak yang dikuasakan olehnya atau melalui Agen
Elektronik.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, pihak yang bertanggung jawab atas segala
akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. apabila dilakukan sendiri, menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. apabila dilakukan melalui pemberian kuasa, menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;
c. apabila dilakukan melalui Agen Elektronik, menjadi tanggung jawab Penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c tidak berlaku
jika dapat dibuktikan terdapat pihak tertentu yang melakukan tindakan
secara ilegal yang mengakibatkan Agen Elektronik dimaksud tidak
beroperasi sebagaimana mestinya.
Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu wajib menyediakan fitur pada
Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya
melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara agen elektronik
tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI (PRIVASI)
Pasal 23
(1) Setiap orang berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip
persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain.
(3) Setiap orang yang dirugikan karena penggunaan nama domain secara
tanpa hak oleh orang lain berhak mengajukan gugatan pembatalan nama
domain dimaksud.
(4) Pengelola nama domain dapat dibentuk baik oleh masyarakat maupun Pemerintah.
(5) Pengelola nama domain yang berada diluar wilayah Indonesia dan nama
domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelola nama domain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
Informasi elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain
situs internet dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya
dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 25
Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut
data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan dari
orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 26
Setiap orang dilarang menyebarkan informasi elektronik yang memiliki
muatan pornografi dan atau pornoaksi melalui komputer atau sistem
elektronik.
Pasal 27
Setiap orang dilarang:
(1) Menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
(2) menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi milik pemerintah yang karena statusnya harus
dirahasiakan atau dilindungi.
(3) menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional
yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap Negara dan atau
hubungan dengan subyek Hukum Internasional.
Pasal 28
Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang
menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah,
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi Negara menjadi
rusak.
Pasal 29
Setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan
atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik
dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer
dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.
Pasal 30
Setiap orang dilarang:
(1) menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik pemerintah yang dilindungi secara tanpa hak;
(2) menggunakan dan atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya,
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang
mengakibatkan komputer dan atau sistem elektronik tersebut menjadi
rusak.
(3) menggunakan dan atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya,
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh masyarakat,
yang mengakibatkan komputer dan atau sistem elektronik tersebut menjadi
rusak.
(4) mempengaruhi atau mengakibatkan terganggunya komputer dan atau sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah.
Pasal 31
Setiap orang dilarang:
(1) menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan
atau memperoleh informasi keuangan dari Bank Sentral, lembaga perbankan
atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau
yang mengandung data laporan nasabahnya.
(2) Menggunakan dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau
kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi
elektronik untuk memperoleh keuntungan
Pasal 32
Setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan
atau sistem elektronik Bank Sentral, lembaga perbankan dan atau lembaga
keuangan yang dilindungi secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya,
untuk disalah gunakan, dan atau untuk mendapatkan keuntungan
daripadanya.
Pasal 33
Setiap orang dilarang:
(1) menyebarkan, memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses
(password) atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat
digunakan menerobos komputer dan atau sistem elektronik dengan tujuan
menyalahgunakan yang akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik Bank
Sentral, lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan, serta perniagaan
di dalam dan luar negeri.
(2) Menyebarkan, memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses
(password) atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat
digunakan menerobos komputer dan atau sistem elektronik dengan tujuan
menyalahgunakan komputer dan atau sistem elektronik yang digunakan atau
dilindungi oleh pemerintah.
Pasal 34
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan dalam rangka hubungan
internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik
lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi
Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 35
Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak
yang menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan
masyarakat.
Pasal 36
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui lembaga penyelesaian
sengketa alternatif atau arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH
Pasal 37
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi
elektronik dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan
sebagai akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang
mengganggu ketertiban umum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
(3A) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
Penjelasan : data elektronik strategis yang wajib dilindungi antara lain
: data perbankan, data perpajakan, data pertanahan dan data
kependudukan.
(3B) Instansi atau Institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3A) wajib
membuat dokumen elektronik dan backup elektroniknya serta
menghubungkannya ke Pusat Data tertentu untuk kepentingan pengamanan
data tersebut.
(3C) Instansi atau institusi lain selain diatur pasal (3A) membuat
dokumen elektronik dan backup elektroniknya sesuai dengan keperluan
perlindungan data yang dimilikinya
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran pemerintah dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) diatur dengan Peraturan
Presiden
PERAN MASYARAKAT
Pasal 38.
(1) Masyarakat berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi
melalui penggunaan dan penyelenggaraan informasi elektronik serta
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan undang-undang ini
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
.
BAB X
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN
DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 39
Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam
undang-undang ini.
Pasal 40
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang informasi dan transaksi elektronik
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang teknologi informasi;
b. memanggil orang untuk didengar dan atau diperiksa sebagai tersangka
atau saksi sehubungan dengan tindak pidana di bidang teknologi
informasi;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau sarana yang berkaitan dengan
kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana di bidang teknologi informasi;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga
digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang
teknologi informasi;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana
kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan secara menyimpang
dari ketentuan yang berlaku;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi;
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memberitahukan penyidikan yang sedang dilaporkannya dan melaporkan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pasal 41
Alat bukti pemeriksaan dalam undang-undang ini meliputi:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa Dokumen Elektronik dan Informasi Elektronik.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-. (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.,- (satu milyar
rupiah).
Pasal 43
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (1), Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000.,- (seratus juta rupiah).
Pasal 44
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
bulan dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Pasal 45
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (3), Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 30 ayat (2),
Pasal 30 ayat (3), Pasal 30 ayat (4), Pasal 33 ayat (2), atau Pasal 34,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan atau
denda paling banyak Rp.2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
Pasal 46
Setiap orang yang melanggar Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, atau Pasal 33 ayat (1),
pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan
perundang-undangan dan kelembagaan-kelembagaan yang berhubungan dengan
pemanfaatan teknologi informasi yang tidak bertentangan dengan
undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-undang ini.